Saturday, October 1, 2016

7 Cara Resign: Dari Baik-Baik Hingga "Kabur"

Setiap hari pasti ada saja pegawai yang memutuskan berhenti kerja dari perusahaan. Menurut situs hrb.org,angka kejadian pengunduran diri pegawai di perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat dan Eropa Barat masih di bawah 10 persen. Namun, di beberapa negara Asia, jumlah pegawai yang resign dari perusahaan per hari lebih dari 10 persen.
Fenomena ini menarik perhatian para peneliti. Mereka mencoba menelaah lebih jauh perilaku pegawai saat berhenti kerja. Apakah kepergian seorang karyawan akan menimbulkan dampak positif atau negatif bagi perusahaan? Untuk itu, peneliti bertanya pada 300 pegawai yang telah resign dan 200 manajer yang ditinggalkan oleh bawahannya. Berikut tujuh cara berhenti kerja berdasarkan hasil penelitian yang dilansir pada situs hbr.org.
Berhenti kerja sesuai aturan
Kebanyakan pegawai yang disurvei mengaku keluar dari perusahaan dengan mengikuti petunjuk buku perusahaan. Pertama-tama, mereka bicara dengan manajernya untuk menjelaskan alasan pengunduran diri. Setelah surat resign resmi tiba di meja bos dan divisi sumber daya manusia, pegawai tersebut tidak langsung berhenti. Mereka akan tetap bekerja setiap hari selama dua pekan hingga satu bulan sesuai aturan perusahaan. Dengan begitu, akan terjadi proses transisi kerja yang mulus. Manajer bisa mengatur strategi pemindahan beban tugas yang ditinggalkan pekerja yang resign.
Memberikan apresiasi terhadap perusahaan
Pegawai yang akan resign tidak selalu menganggap perusahaan yang akan ditinggalkan sebagai tempat kerja yang buruk. Bagaimanapun pegawai itu pernah menimba ilmu dan mendapat pengalaman kerja di sana. Sekitar 9 persen pegawai yang disurvei memilih cara pergi yang baik dengan mengungkapkan rasa terima kasih. Mereka bahkan bersedia membantu dalam masa transisi kerja.
In the loop
Ketika kondisi kerja tidak sesuai harapan, seseorang akan resah dan berpikir untuk meninggalkan perusahaan. Sebanyak 8 persen pegawai yang disurvei mengaku menyampaikan hasil kontemplasi ini kepada atasannya sebelum mengajukan surat pengunduran diri. Setelah pembicaraan tersebut, kedua pihak mengambil “ancang-ancang”: pegawai mencari pekerjaan baru, sementara manajer mengatur persiapan organisasi sebelum pegawai tersebut benar-benar keluar.
Mematuhi aturan ala kadarnya
Terkadang seorang pegawai sudah merasa “gerah” bekerja di sebuah perusahaan. Maka, dia hanya berpikir untuk buru-buru resign saja.  Sekitar 29 persen responden pegawai mengaku berhenti kerja sesuai aturan. Namun mereka mengikuti prosedur dengan menyerahkan surat pengunduran diri dan memenuhi persyaratan lainnya. Mereka tak merasa perlu menjelaskan alasan pengunduran diri secara detail kepada manajer.
Menghindari bos
Sekitar 9 persen pegawai yang disurvei mengaku menghindari bos pada hari-hari terakhirnya di kantor. Mereka tetap mengungkapkan keinginan resign pada rekan sejawat serta mengirim surat pada divisi sumber daya manusia sesuai prosedur. Namun, mereka menghindari  manajer dan membiarkan kabar pengunduran diri itu sampai ke telinga bos dengan sendirinya. “Kejutan” ini tentu akan menyulitkan manajer untuk mengatur timnya.
Impulsif
Kabur. Kata-kata itu bisa menggambarkan cara pegawai yang meninggalkan perusahaan secara impulsif. Ada 4 persen responden yang mengaku keluar dari perusahaan tanpa pamit. Mereka akan berhenti masuk kantor kemudian memutus segala jalur komunikasi dengan perusahaan. Pegawai yang meninggalkan tempat kerja secara impulsif akan meninggalkan kesulitan untuk perusahaan. Sebab, tidak ada masa transisi dan manajer akan kerepotan mengatur beban kerja pegawainya.
Pemutusan hubungan
Berdasarkan survei, ternyata satu dari sepuluh pegawai berhenti kerja dengan cara yang buruk. Mereka mencoba merugikan perusahaan dan rekan sejawat. Perilaku ini seringkali diekspresikan dalam bentuk serangan verbal. Hal ini akan merusak hubungan perusahaan dan pegawai yang sudah resign di masa mendatang.
Mana perilaku resign Anda? Atau pernah melakukan beberapa di antaranya?

Meskipin Anda pernah resign dengan "tidak baik-baik", rupanya itu bukan sepenuhnya salah Anda.Para peneliti melihat perilaku yang ditunjukkan pegawai saat akan resign merupakan cerminan manajer dan perusahaan itu sendiri. Jika perusahaan memperlakukan pegawai dengan layak, maka pekerja juga akan meninggalkan kesan baik saat akan pergi. Sementara jika atasan menekan pekerjanya, maka pegawai akan memilih cara yang buruk saat resign.
Tidak hanya itu, hasil survei ini juga bisa menjadi bahan pelajaran untuk divisi sumber daya manusia. Jika ada pegawai yang mengundurkan diri dengan cara yang tidak baik, maka bisa jadi kemampuan leadership manajer dari pegawai yang bersangkutan harus dievaluasi.

No comments:
Write komentar

Popular Posts

Contact admin

Nama : Ichsan
E-mail : rofiqul.ichsan@yahoo.com
No Handphone : 083815868353
© 2014 Blogger-Mycomputer . Designed by blogger-mycomputer | Distributed By RI-COMP